Carut Marut Sistem Birokrasi di Pemkab Padang Pariaman, Bupati Masa Bodoh?
Dok. Yet Kahar |
Semenjak pemekaran daerah kabupaten berlangsung hampir memasuki usia 11 tahun, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Kota Pariaman dengan euforia yang dirasakan warga kota atas perkembangan diberbagai bidang yang sebagian sudah terealisasi dengan mulus, baik hal pemerintahan, pembangunan maupun pelayanan terhadap masyarakat. Lantas bagaimana dengan nasib Sang Induk (Kabupaten Padang Pariaman), apakah Sang Induk justru mengalami kemunduran?
Hal tersebut terlihat sampai saat ini berbagai
permasalahan terus merundung Kabupaten Padang Pariaman atas kebijakan
Pemkab yang dinilai tidak rasional dan konkret jika dibandingkan dengan
realitas masyarakat Kabupaten. Buktinya, protes keras terhadap kinerja
Pemkab dan Dewan Kabupaten pun dengan lantang disuarakan oleh Mahasiswa
yang menamakan dirinya IMAPAR (Ikatan Mahasiswa Pariaman) dengan
melakukan sejumlah orasi besar-besaran didepan Kantor Bupati dan DPRD
yang sepertinya aksi tersebut terlihat lumrah dan terkesan “masa bodoh”
oleh Bupati yang saat itu kantor Bupati dan sejumlah SKPD masih terletak
di seputaran pusat kota pariaman.
Diantara protes yang dilayangkan oleh Mahasiswa
adalah mengecam pembangunan Kantor IKK (Ibu Kota Kabupaten) yang berada
di Rimbo Kalam, dimana menurut warga setempat sejak dahulunya daerah
tersebut telah dinamakan dengan sebutan Rimbo Kalam (KBBI : Hutan
Gelap). Atas dasar itu diyakini saat ini sejumlah SKPD pun telah
berpindah tak tentu arah yang seyogyanya penempatan sejumlah SKPD
tersebut mustinya berada di teritorial yang strategis (seperti awalnya
berada ditengah-tengah masyarakat kabupaten) sehingga tidak menyulitkan
masyarakat yang punya kepentingan. Namun pemindahan sejumlah kantor SKPD
itu tampaknya terpencar-pencar, dimana antara satu SKPD dengan SKPD
lainnya bisa memakan waktu hingga 2 Jam perjalanan. Jelas saja jika
dikaji hal itu sangatlah bertolak belakang dengan Permen Nomor 27 Tahun
2009 pada Bab I dinyatakan sejatinya keberadaan Pemerintah Daerah
diantaranya meliputi Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara roda pemerintahan dapat mengatasi berbagai gangguan yang
menghambat atau terhalangnya keselamatan, ketenteraman dan/atau
kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus-menerus, tidak
diacuhkan oleh Pemerintah Kabupaten, terutama Ali Mukhni sebagai
Pimpinan atau Bupati.
Tampaknya carut marut kebijakan Pemkab Padang
Pariaman tengah berjibaku dengan Spekulasi yang tidak memikirkan dampak
negative yang bisa mengakibatkan (bukan hanya) kepada masyarakat pada
umumnya namun juga kepada pegawai negeri dan staf pemerintahan yang
merasa terisolasi akibat kebijakan sehingga mengakibatkan kemerosotan
kinerja para pegawai dinilai setengah hati dalam menjalankan
aktifitasnya pada roda pemerintahan saat ini. Bagaimana tidak, Kantor
IKK yang terletak di Rimbo Kalam tersebut diyakini adalah daerah rawan
bencana (dikabarkan pembangunan kantor IKK ini sudah memakan anggaran
Kurang Lebih Rp. 100 M), hal itu terlihat dari lokasi pembangunan yang
dinilai tidak tepat sasaran, bersebab dari kontur tanah yang labil,
akses jalan yang bergelombang dikelilingi oleh bukit-bukit yang dibelah,
ditakutkan kapan saja bukit itu bisa memakan korban jika terjadi
longsor apabila hujan terus mengguyur daerah tersebut. Bukan hanya itu
saja, diketahui akibat kontur tanah yang labil didaerah tersebut
(termasuk bukit) sehingga terlihat disana mengharuskan sebuah alat berat
dalam keadaan standby untuk mengantisipasi kerusakan dibadan
jalan akibat tanah yang mudah hanyut dibawa air, pasalnya, dasar tanah
tersebut terkenal dengan sebutan ‘tanah hanyut’ atau ‘pasir air’ yang
apabila digenangi air maka tanah tersebut hilang berbaur dan menyatu
dengan air, sehingga tanah yang telah bercampur dengan air tersebut
larut didalam air, yang mana air yang tadinya bewarna putih berubah
menjadi kecoklatan. Keadaan (rawan bencana) tersebut tengah dirasakan
oleh pegawai dan staf Pemerintah Kabupaten yang diketahui dari pengakuan
beberapa pegawai mengaku merasa tidak tenang dan nyaman dalam bekerja,
ditambah lagi diyakini oleh warga setempat bahwasanya kantor IKK
tersebut merupakan ‘sarang hantu’ dibuktikan dengan kejadian-kejadian
misterius yang telah dirasakan sebagian pegawai (banyak pegawai yang
dikabarkan sudah mengalami kesurupan).
Sementara itu untuk diketahui diantara SKPD yang
sudah menempati kantor barunya adalah ; BPBD terletak di Limpato Kec.
VII Koto Sungai Sariak, Dinas Pekerjaan Umum saat ini berada di Aia
Tajun Kec. Lubuk Alung, BKD terletak di Sicincin Kec. 2 X 11 Enam
Lingkung. Selanjutnya dikabarkan juga diantara SKPD lainnya menyusul
pindah yaitu Dinas Pendidikan yang letaknya akan berdampingan dengan
Kantor BPBD, dan juga Dinas Perhubungan yang kabarnya akan berpindah ke
Tiram Kec. Ulakan Tapakis. Lantas bagaimana dengan SKPD lainnya seperti
Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Capil, Kelautan, Pariwisata serta
beberapa lainnya juga dengan anggota DPRD yang masih menghuni Gedung
Tuanya? Dan bagaimana juga dengan nasib masyarakat kabupaten seperti
Gasan, Sungai Geringging, Basung dan sebagainya yang merasa terisolir
akibat jarak ratusan kilometer yang ditempuh menuju kantor IKK dan SKPD
yang pindah, sedangkan tidak dapat dipungkiri sebelum pindah saja untuk
mengurus sebuah kepentingan dari suatu dinas yang terkait membutuhkan
waktu yang cukup lama, apalagi (sebelum pindah) untuk bertemu dengan
Ka.Dis butuh kesabaran tingkat tinggi merelakan waktu kita terbuang
bahkan untuk berhari-hari, bagaimana jika sudah pindah? Hmmm.. tidak
terbayangkan susahnya sistim birokrasi itu. Serta dampak lainnya
dicurigai adalah molornya kinerja pegawai SKPD yang merasa bebas karena
keberadaannya yang terlalu jauh untuk dipantau.
Ihwal kebijakan tersebut, sebagian besar tokoh dan
pemuka masyarakat dari berbagai kalangan menilai tendensi Bupati Ali
Mukhni sebagai pimpinan seakan-akan bertindak “masa bodoh”, mustahil
apabila roda pemerintahan bisa berjalan dengan normal. Sejauh ini
penilaian dari tokoh dan pemuka masyarakat itu menganggap Bupati Ali
Mukhni secara tidak langsung telah melakukan diskriminasi terhadap
sebagian rakyatnya yang merasa diisolasi akibat kebijakannya tanpa
memikirkan intensi yang riil, dan terlihat berjibaku pada
spekulasi,karena dianggap tidak memikirkan nasib masyarakat lainnya yang
berjarak ratusan kilometer dari pusat pemerintahan yang juga punya
kepentingan sedangkan sebagian SKPD sudah menjauh dari wilayahnya. Juga
adanya terlihat upaya pemkab untuk mengkebiri tugas kewartawanan
jurnalis yang berada diwilayah kabupaten tersebut yang selalu memantau
kinerja setiap SKPD dengan memindahkan beberapa SKPD yang terbilang
krusial dan rentan korupsi dengan kondisi infrastruktur jalan menuju
kantor baru di sejumlah SKPD tersebut sangat sempit untuk dilalui.
Selain itu Pemkab juga sudah melakukan pemborosan anggaran dengan
memindahkan sejumlah kantor-kantor SKPD
tersebut, yang pastinya pemindahan kantor tersebut memakan biaya dari
anggaran untuk penyewaan gedung baru SKPD yang berpindah tersebut,
sedangkan kantor SKPD yang telah ditinggalkan diketahui merupakan asset
dari pemerintah kabupaten yang masih sangat layak untuk beroperasi.
Komentar
Posting Komentar