Regenerasi Bangsa yang terkontaminasi



Illustrasi foto : wienblog-growingtree.blogspot.com


Suram. Dunia pendidikan di Indonesia yang dihuni oleh sebagian anak-anak negeri sebagai cikal-bakal penerus bangsa yang diharapkan mampu memperjuangkan kejayaan negeri ini sepertinya dirundung segelumit permasalahan tiada henti yang akan berdampak “cacat moral” bagi penerusnya. Dampak tersebut cukup terlihat signifikan dari hasil statistiknya untuk memusnahkan regenerasi bangsa ini. Salah satu faktor utama yang menyebabkan hancurnya masa depan bangsa ini adalah sikap otoriter pendahulu regenerasi bangsa saat ini yang merong-rong, menjadikan dunia akademik sebagai ajang mencari keuntungan dan gratifikasi.
Wajar saja Mahkamah Konstitusi menolak masa transisi bagi sekolah RSBI/SBI yang diberlakukan oleh Kementrian Pendidikan yang dianggap bertentangan dengan Pasal 50 Ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijadikan payung hukum bagi proyek RSBI/SBI yang sepertinya dipaksakan dan adanya sikap diskriminasi dan kastanisasi terhadap dunia pendidikan, terlebih-lebih yang mencolok pada program RSBI/SBI ini adalah diskriminasi aspek sosial yang tertanamkan jikalau program tersebut dirintis. Diantaranya, perbedaan kurikulum antara SBI dengan Reguler, perbedaan fasilitas sarana dan prasarana antara SBI dan Reguler serta lain sebagainya, namun selain itu juga kerentanan bahaya korupsi dari proyek RSBI/SBI juga merupakan salah satu alasan karena dianggap tidak transparan.
Apa jadinya kalau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional atau Sekolah yang sudah berstatus standar internasional disahkan? Intuitif dan prospektifnya, selain segala kemungkinan yang ada diatas, kemungkinan lain bisa saja terjadi di ranah Indonesia dalam jangka waktu pergantian regenerasi yang akan datang dengan beralihnya sistem birokrasi menjadi Negara Monarki dengan Konstitusional Absolut. Bersebab dari kastanisasi yang sudah ditanamkan oleh proyek RSBI/SBI dari tingkat dasar sehingga ditakutkan hilangnya azas Demokrasi Pancasila bagi regenerasi Indonesia ditambah lagi minimnya pendidikan moral pancasila yang diperoleh disekolah bisa dikatakan tidak terdaftar dalam kurikulum, baik pendidikan dasar maupun tingkat menengah hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Tidak hanya itu saja, meski pun juga tidak ada RSBI/SBI, masa depan bangsa ada saja terasa seperti di kebiri oleh relevansi nakal oknum kepala sekolah dan komite sekolah yang sengaja mencari keuntungan dengan dallih iuran “ini-itu” yang diberlakukan atas otoritas yang dia miliki. Tentu berikut dengan sanksi apabila hal tersebut tidak direalisasikan oleh orangtua murid, diantara sanksi yang ada ; rapor dan ijazah siswa akan ditahan sebelum melunasi hutang-hutang anaknya disekolah. Akibatnya, orangtua yang berekonomi lemah spontan tidak sanggup untuk melunasi hutang tersebut yang menyebabkan sang anak putus bersekolah. Dan pastilah itu merupakan solusi alternatif bagi mereka yang tidak mampu. Serta lemahnya pengawasan pemerintah melalui dinas dan instansi terkait menambah besarnya peluang matinya bibit-bibit bangsa ini.
Belum lagi dampak dari canggihnya tekhnologi yang dinilai sangat krusial bahayanya, juga tidak dapat dipungkiri mudahnya sekarang ini terhubung dengan akses internet yang ada bahkan lewat ponsel sekalipun. Dari tingginya animo anak-anak atas intens negative yang dimiliki ditambah lagi dengan mudahnya mengakses sebuah situs berbau porno di internet, jelas saja pikiran lugu sang anak sangatlah rentan terkontaminasi dari bahaya pornografi dan pornoaksi situs yang menyediakannya. Namun hal tersebut seakan luput dan tidak terkontemplasi dari ingatan sang orangtua. Terbukti dalam survey data pengamatan sebuah instansi menyatakan 60% dari total pengguna internet di Indonesia pengguna-nya merupakan anak-anak sekolah yang masih dibawah umur. Walhasil hingga saat ini begitu lumrah terasa berbagai mainstream media menyajikan berita akan dampak akhir dari keteledoran tersebut, seperti pelecehan seksual, pornoaksi, pornografi, kelainan seks dan bla bla bla akibat ketergantungan seksual yang sudah bertabiat free accses anak-anak yang tidak terawasi oleh orangtua.
Belum lagi maraknya peredaran narkoba yang mudah didapat dilingkungan sekitar kita, menambah rusaknya masa depan anak sebagai cikal-bakal penerus bangsa yang terlebih lagi anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah, mereka berinisiatif dan menganggap dengan paham mereka sebagai remaja, menggunakan narkoba merupakan sebuah kebanggaan diri yang dirasakan dalam pergaulan dan musti dipertahankan. Namun terkait dengan hal itu, satu hal yang sangat disesalkan adalah ditengah maraknya aksi penegak hukum dan instansi terkait dalam memberantas narkoba di bumi Indonesia, maka pemberian grasi dari Presiden RI kepada pengedar narkoba berjaringan internasional menambah pekanya target peredaran narkoba keranah Indonesia, prospektifnya, Indonesia merupakan wilayah juru kunci untuk memasok peredaran narkoba tingkat internasional. Adapun keputusan SBY tersebut menjadi suatu tolak ukur untuk menilai ketegasan SBY sebagai orang nomor satu di Indonesia. Atas perspektif tersebut sebagai seorang Warga Negara Indonesia keputusan SBY adalah suatu bukti “kemandulan” SBY dalam memimpin Rakyat Indonesia.

HTML Hit Counter


HTML Hit Counters

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Proyek Bangkai SPAM Pendamping IKK Hongaria PT. Citra Karya Indo Raya di Pessel dan Pariaman

PROYEK ABAL-ABAL WINRIP PP-STATIKA CONSORTIUM, TAK SESUAI

“Proyek Siluman” PT Nasiotama Karya Bersama Dinilai Hanya Habiskan Uang Negara