Takhta “Demokrasi Oportunis” di-Indonesia Salah Siapa ?

Illustrasi : kapanlagi.com


Dewasa ini suhu politik di Indonesia tampak memanas, otoritas demokrasi seolah ‘laku’ terjual oleh oportunisme partai yang didominasi oknum poli tikus bukan politikus, seiring dengan dekatnya ajang pesta rakyat yang akan segera berlangsung. Kita dapat melihat mainstream kaum oportunis melalui politik penuh dengan ambisi yang semakin menunjukan entitasnya untuk merebut kekuasaan mutlak. Maka sebagai partai dan kader yang menganut paham oportunis, bersaing memenangkan pemilu tentu saja membutuhkan loyalitas agar menarik simpatisan masyarakat dengan membanderol suara dengan harga yang relatif. Politik pun dimainkan berirama.

Alasannya sangat sederhana, kaum oportunis memanfaatkan asas demokrasi dimana kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat sebagai kunci memenangkan pemilu. Maka saat-saat kampanye yang merupakan ajang pesta rakyat mencoba melakukan upaya-upaya layaknya sebuah pesta, royal demi loyalitas agar bisa berbaur dengan masyarakat seolah-olah peduli dengan keadaan, pada hal hanya mencari popularitas saja menjelang pemilu hingga rela memasuki pelosok daerah-daerah terpencil sekali pun yang sebelumnya tidak pernah dengan mengobral janji-janji manis sesumbar sebagai umpannya, dan sebagai kontribusinya sang kandidat pun tak lupa memberikan uang dan barang atau yang lebih dikenal dengan istilah “serangan fajar”.

Namun oportunisme bukan hanya dimiliki oleh oknum pejabat saja, pun terlihat kecenderungan oknum masyarakat kita pada umumnya, entah itu sudah membudaya atau karena himpitan ekonomi warga. Namun seperti itulah tendensinya. Mereka rela menjual suaranya untuk seorang calon/kandidat yang ingin menjadi pemimpin/wakil rakyat, sangat disayangkan oknum masyarakat tersebut berasumsi tanpa memikirkan dampaknya untuk jangka 5 tahun kedepan rela menjual “negaranya” untuk menguntungkan diri sendiri dari kesempatan yang ada namun hanya se-saat. Nauzubillah.

Walhasil, seperti yang kita rasakan saat ini, carut-marut demokrasi di-Indonesia “dijajah” bangsa sendiri nyata akibatnya. Dan mata hukum pun dibuat seperti ditutupi (tembus pandang). Ya..!!! Bagi saya sangat mustahil rasanya oknum pejabat oportunis membuat peraturan yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Seperti hukuman bagi koruptor yang kita nilai tidak logis karena tidak mempunyai unsur yang bisa membuat jera para koruptor. Bagaimana pun tidak, oportunis sama dengan koruptor. Mana mungkin rasanya peraturan yang dibuat bisa jadi boomerang dirinya. Salahkah??

HTML Hit Counter


HTML Hit Counters

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Proyek Bangkai SPAM Pendamping IKK Hongaria PT. Citra Karya Indo Raya di Pessel dan Pariaman

PROYEK ABAL-ABAL WINRIP PP-STATIKA CONSORTIUM, TAK SESUAI

“Proyek Siluman” PT Nasiotama Karya Bersama Dinilai Hanya Habiskan Uang Negara