Polemik SMKN 1 Enam Lingkung. Sangkalan Nursida Kasim dan Kegadang-gadangan Agus Ali: Tak Ada Pungli di SMKN 1 Enam Lingkung ?

Agus Ali


Agus Ali, seorang guru atau tepatnya sebagai wakil kepala bagian humas SMKN 1 Enam Lingkung. Terlihat ego dari tindakan bangkang serta arogan yang dipamerkan Agus Ali kepada sejumlah awak media yang menyambangi SMKN 1 Enam Lingkung, Rabu (20/2).

Sikap Agus Ali ini dianggap tidak mencerminkan citra seorang pengajar. Sembari memperlihatkan secarik kertas yang berisi 10 pokok Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Agus Ali merasa kian congkak atas sikapnya yang mengkonfrontir beberapa awak media yang ingin meminta klarifikasi kepala sekolah. Agus Ali yang mengaku-ngaku sebagai eks wartawan ini tampak seperti mengintervensi kinerja awak media yang bertugas sewaktu melakukan klarifikasi kebenaran informasi ihwal pungutan "liar" yang diterima oleh media-media lokal dari beberapa walimurid dan juga tokoh masyarakat kepada kepala sekolah Dra. Nursida Kasim. . 

Padahal sebelumnya,Sabtu (16/2), wartawan yang kembali menyambangi sekolah tersebut untuk kedua kalinya ketika itu sempat bertanya kepada Agus Ali diruang majelis guru, agar dapat menghubungi kepala sekolah untuk meminta klarifikasi lebih lanjut, namun upaya itu tidak diacuhkan oleh Agus Ali dengan alasan tidak ada jawaban dari kepala sekolah. "Tadi saya sudah sempat coba menghubungi kepala sekolah lewat telpon namun tidak jawaban," katanya dengan spele.

Heroik tanpa tahu aturan. Itulah yang tersirat dari tingkah Agus Ali ketika itu. Ironis memang, Agus Ali menuding media karena telah menerbitkan berita bohong yang membeberkan berita mahalnya iuran di SMKN 1 Enam Lingkung. Jelas saja sikap Agus Ali dicap sebagai pembangkangan terhadap media tanpa memahami sepenuhnya tentang Kode Etik Jurnalistik, UU Pokok Pers, serta kebebasan pers dalam tugas jurnalistik, sejatinya argument Agus Ali itu tampak memojokan kinerja sejumlah awak media yang ada saat itu, pasalnya, sembari menunjukan kertas yang berisi 10 isi KEJ yang ia miliki, lagak Agus Ali tampak menjadi-jadi, selayak seorang jurnalis profesional saja, Agus Ali seenake dewe mencerca para awak media yang ada dengan nada yang tinggi.  Bersebab, katanya, berita yang ditulis para awak media tanpa ada klarifikasi, ucapnya congkak. padahal saat itu, Rabu (20/2) merupakan hari ketiga dari usaha para awak media untuk berupaya mendapatkan tanggapan pihak sekolah, terutama kepala sekolah. 
Akibatnya, tindakan kegadang-gadangan Agus Ali ini sontak mengundang amarah awak media, para awak media yang hendak melakukan klarifikasi kepada kepala sekolah tadi merasa tidak terima dengan sikap intervensi Agus Ali.

Tanpa memperuncing keadaan, para awak media mencoba memberikan teguran terhadap Agus Ali, rencananya para awak media ini tidak akan segan-segan untuk melaporkan oknum guru tersebut kemeja hijau, terkait sikap dan tingkahnya seperti mengintervensi yang berdampak menghambat tugas kewartawanan, andai kata argumen inkonstitusi yang dikedepankan Agus Ali ini kembali terulang. 
Lain halnya dengan Nursida Kasim. Dihari ketiga ini sejumlah awak media berhasil menemuinya. Adapun alasan Nursida Kasim, menurutnya, bahwa informasi yang diterima oleh media itu merupakan sikap ketidak-senangan oknum walimurid yang tidak hadir sewaktu rapat komite berlangsung. “Pungutan yang diminta oleh pihak sekolah sudah mendapat persetujuan orangtua murid dan komite sekolah sewaktu rapat, dibuktikan dengan daftar hadir orangtua murid, kalau ada yang mengatakan seperti itu, berarti itu merupakan tindakan ketidaksenangan walimurid, karena tidak ikut hadir dalam rapat komite yang digelar,” ucap Nursida Kasim.
Nursida Kasim yang diketahui adik dari wakil gubernur Muslim Kasim ini menyangkal adanya pungutan yang diberlakukan oleh sekolah tidak sebesar yang dimuat oleh beberapa media diantaranya ;

Uang Komite + Komputer = Rp 95,000,-/bulan
Uang Uji Kompetensi = Rp 750,000. Rp 780,000. Rp 790,000 (tergantung jurusan kelas 3)
Uang Isidentil = Rp 500,000,-/tahun. (bagi kelas 1), Rp 100,000,-/tahun (untuk kelas 2)



“Uang sekolah hanya sebesar Rp 71,000 untuk kelas tiga, secara global akumulasinya bukan Rp 90,000. itu sudah masuk uang komite Rp 50,000 uang computer Rp 15,000 dan osis Rp 6,000, sedangkan untuk kelas satu tambahannya sebesar Rp 35,000. Rp 25,000 diantaranya untuk uang praktek, Rp 10,000 untuk pengembangan diri, subtotal Rp 106,000. Sedangkan untuk kelas dua dari Rp 71,000 itu hanya ditambahkan Rp 25,000 saja untuk uang praktek yang hanya berlaku untuk semester 1 saja. Uang isidental bagi kelas satu tidak sampai Rp 500,000, hanya Rp 475,000, itu dipergunakan karna kita disini kekurangan ruangan belajar, dan juga untuk memenuhi fasilitasnya, kalau dibuat lokal permanent uang tersebut tidak cukup, maka dibuat lokal darurat, juga untuk memenuhi biaya perawatan lokal darurat, makanya bagi kelas 2 dipungut biaya isidentil Rp 100,000. Sedangkan uang uji kompetensi kita ada 6 jurusan, itu berbeda-beda pungutannya, tergantung jumlah anak dan jurusan, yang mencapai Rp 700,000 hanya tiga jurusan, ada juga yang Rp 500,000. Karna selain untuk uji kompetensi uang itu juga digunakan untuk belajar sore, tiap senin s/d kamis pulangnya jam 5 sore, uji kompetensi itu sebetulnya cuma Rp 200,000, digunakan sesuai mekanismenya, seperti penguji, dan sebelum uji kompetensi ada namanya latihan pra kompetensi,” beber Nursida Kasim yang berhasil ditemui diruangannya kemaren Rabu (20/2).

Dilain konteks, ketika disinggung tentang bantuan pusat untuk dunia pendidikan nasional, yang diketahui saat ini pemerintah pusat sedang menjalankan program wajib belajar 12 tahun, dimana anggarannya mencapai angka 30% dari APBN. Namun Agus Ali menyangkal hal tersebut dengan menjawab, bahwa program wajib belajar nasional yang dicanangkan oleh pemerintah pusat itu hanya cerita saja, pasalnya, Agus Ali beranggapan, anggaran hingga 30% dari APBN yang disediakan pemerintah pusat untuk program wajar 12 tahun tidak dirasakan dampaknya disekolah SMKN 1 Enam Lingkung, “program tersebut hanya cerita saja, aplikasi program tersebut tidak terealisasi,” persepsi dari Agus Ali saat itu. Namun beda halnya dengan kepala sekolah, kepala sekolah menambahkan, saat ini sekolah memang sedang mengerjakan proyek bansos yakni 2 ruang belajar yang berasal dari dana APBN.

Sekedar untuk diketahui, SMKN 1 Enam Lingkung berdiri tahun 2008. Total siswa di SMKN 1 Enam Lingkung sekarang adalah 615 murid, 235 Kelas I, 230 Kelas II, dan Kelas III sebanyak 139 siswa. Namun, bicara soal gedung darurat yang ada saat ini di SMKN 1 Enam Lingkung, dikatakan oleh kepala sekolah gedung tersebut selesai dibangun jangka waktu 3 tahun belakang, tiap tahunnya dibangun sebanyak 3 kelas darurat. Lantas bagaimana dengan pertanggung jawabannya ketika dimintai kejelasan dari perincian uang uji kompetensi yang seyogyanya ketika itu tidak dapat diperlihatkan oleh kepala sekolah ?

HTML Hit Counter




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Proyek Bangkai SPAM Pendamping IKK Hongaria PT. Citra Karya Indo Raya di Pessel dan Pariaman

PROYEK ABAL-ABAL WINRIP PP-STATIKA CONSORTIUM, TAK SESUAI

“Proyek Siluman” PT Nasiotama Karya Bersama Dinilai Hanya Habiskan Uang Negara