Kasus Rasyid Amrullah Rajasa: Substansi Hukum RI Berideologi Kapitalis ?

Rasyid Amrullah Rajasa (lensaindonesia.com)
Bicara soal timbang berimbang hukum di Indonesia relatif sekali untuk menjamin sebuah rasa keadilan bagi rakyat kecil di republik ini, akibatnya kemerdekaan rakyat Indonesia seperti dikebiri oleh aparat yang pro pemerintah dan penguasa.
Terlihatnya tendensi kinerja dari sebagian besar oknum aparat penegak hukum “lihat jidad” sarat dengan intrik apabila seorang oknum pejabat Tinggi /penguasa yang punya kekuasaan dan mempunyai wewenang tersandung sebuah pelanggaran hukum.
Banyak opini masyarakat yang menilai supremasi hukum RI sudah terkontaminasi azas Negara Kapitalis. Pandainya oknum pejabat tinggi yang berkuasa berkolaborasi melalui oknum aparat penegak hukum guna melancarkan sebuah konspirasi dengan cara me-manipulasi konstitusi apabila salah satu keluarga pejabat/penguasa yang berkuasa maupun si penguasa sendiri terlibat pelanggaran hukum. Sehingga sangatlah lumrah terdengar kontravensi antara rakyat dengan aparat penegak hukum akibat sikap diskriminasi aparat yang dinilai tidak transparan dalam menjunjung tinggi nilai supremasi hukum di Indonesia.
Contohnya saja yang sedang hangat kita dan media bicarakan tentang perbedaan perlakuan hukum antara Rasyid Amrullah Rajasa anak dari Mentri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Tersangka pemilik BMW maut yang mewaskan dua orang korbannya saat ini menjadi sorotan publik akibat supremasi aparat penegak hukum yang tumpang-tindih dan juga atas sikap yang menunjukan kedik-tatoran sang penguasa. Rasyid Amrullah Rajasa adalah tersangka peyebab terjadinya kecelakaan maut tanggal 1 Januari lalu menggunakan mobil BMW No-pol B 272 HR menabrak mobil Daihatsu Luxio hitam yang dikemudikan oleh Frans Sirait (37), pada kilometer 3+350 Tol Jagorawi hingga menyebabkan dua orang penumpang Luxio tewas yakni, Harun (57) dan M. Raihan (14 bulan) serta tiga penumpang lainnya pun terluka. Putra Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa ini dijadikan tersangka karena melakukan pelanggaran Pasal 310. Namun demikian, ironisnya sejauh ini yang terpantau oleh media hingga memasuki masa siding pertamanya, sedetikpun Rasyid belum pernah menyinggahi ruang tahanan.
Hal ini tampaknya seperti sudah dikondisikan saja, kecurigaan itu menjadi tontonan menjijikan public dari sejumlah orang yang dinilai pro pemerintah dan penguasa memberikan argumen bernada seakan menginginkan upaya penangguhan penahanan, seperti, Dokter yang merawat Rasyid awalnya merahasiakan kondisi Rasyid sehari pasca kecelakaan, sesudahnya mengklaim bahwa Rasyid musti menjalankan perawatan tiga kali sepekan, juga dari Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno, dia menyebut dirinya tidak berhak ikut campur karena dia menilai seluruhnya adalah kewenangan penyidik dan tidak bisa di intervensi. Anehnya lagi hingga saat ini belum diketahui penyebab terjadinya kecelakaan dari kepolisian apakah ada dugaan akibat pengaruh dari Miras atau Narkoba seperti yang dituduhkan kepada Afriyani??
Kasus Rasyid Amrullah Rajasa anak seorang Mentri sekaligus besan Presiden SBY ini memang terkesan ditutup-tutupi. Atau mungkin karena memiliki latar belakang anak Mentri dan besan Presiden itu sehingga Rasyid diperlakukan sangat special oleh polisi bahkan bisa dikatakan ‘kebal’ hukum karena selama masa penyidikan Rasyid tidak pernah ditahan??
Tidak seperti kasus laka lantas lainnya, sangat bertolak belakang dengan Rasyid, disini terlihat aparat hukum terlihat alot dan piawai dalam bekerja. Intuisi public menyatakan apatah karna kemungkinan hukum di Indonesia cenderung tajam kebawah? Seperti kasus Afriyani, pengemudi Xenia maut ini menabrak 13 pejalan kaki dan menewaskan sembilan diantaranya. Kasus ini tidak membutuhkan waktu lama, mekanisme dari kinerja anggota kepolisian benar-benar nyata sekali proses hukumnya, buktinya Afriyani langsung diamankan pihak kepolisian hanya terhitung beberapa hari pasca kejadian polisi melakukan penangkapan serta berhasil mengungkap sejumlah pelanggaran yang terjadi. Bahkan dengan lekehnya Kapolri Timur Pradopo seakan terlihat seperti ‘kecanduan’ masuk tivi, koran dan media online, yang hampir tiap hari menghiasi wajah Kapolri untuk mengungkapkan kepada wartawan ihwal hukuman yang diterima Afriyani. Walhasil Afriyani dijerat dengan pasal berlapis seperti dikatakannya pelanggaran pasal narkotika, lalu lintas, juga pasal pembunuhan dengan total hukuman 15 tahun penjara. Menurutnya, diduga terjadinya kecelakaan Xenia maut yang dikemudikan Afriyani akibat dari pengaruh miras dan shabu yang dikonsumsi oleh Afriyani.
Hal serupa juga terjadi dengan kasus Jamal (37), polisi menerapkan pasal kelalaian untuk menjerat Jamal yang menyebabkan tewasnya Annisa Azward (20), Mahasiswi Jurusan Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, “Aturannya kan pintu angkot harus ditutup. Jadi ini pembiaran. Harusnya juga menggunakan kondektur,” urai Kanit Laka Lantas Polres Jakbar AKP Rahmat Dalizar saat dikonfirmasi detikcom, Selasa (12/2/2013). Apalah namanya hukum di Indonesia ini, Jamal ditetapkan sebagai tersangka bukan didasarkan atas pelanggaran sebagaimana yang diatur pada pasal dalam KUHP sesuai dengan bentuk pelanggaran tindak pidana yang terjadi. Jamal ditetapkan sebagai tersangka dikenakan atas dasark pelanggaran Undang-Undang Lalu Lintas seperti pelanggaran yang dilakukan oleh Rasyid Rajasa yaitu Pasal 310 mengenai kelalaian mengemudi yang menyebabkan orang lain meninggal dan Pasal 287 tentang melanggar rambu lalu lintas. Padahal, praduga tak bersalah atas kasus Jamal mestinya bisa menjadi bahan pertimbangan polisi sebelum melakukan penahanan apabila kronologis kejadian terlihat seperti yang dikatakan Kanit Laka Lantas Polres Jakbar AKP Rahmat Dalizar tadi.

HTML Hit Counter


HTML Hit Counters

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Proyek Bangkai SPAM Pendamping IKK Hongaria PT. Citra Karya Indo Raya di Pessel dan Pariaman

PROYEK ABAL-ABAL WINRIP PP-STATIKA CONSORTIUM, TAK SESUAI

“Proyek Siluman” PT Nasiotama Karya Bersama Dinilai Hanya Habiskan Uang Negara