Mempertanyakan Kontribusi Urang Rantau di Piaman: Urang Rantau Jangan Terlalu Berambisi !!



Piaman Kota Tabuik


“Bak sakawan itiak pulang patang” – Bagaikan sekawanan itik pulang di petang hari, perumpamaan itu cocok dengan situasi politik saat ini di Kota Tabuik (sebutan Kota Pariaman) yang akan menggelar pemilihan kepala daerah periode 2013-2018.

Merupakan sebuah kewajiban yang sudah mendarah daging setiap orang minang. “Karantau madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, dirumah paguno balun, satinggi tabang bangau, baliak juo kakubangan, sanang bana iduik dirantau, takana juo kampuang halaman”. Namun. Filsafat tersebut jangan sampai dipolitisir sebelum menjalankan haknya sebagai perantau atas istilah“Anak dipangku kamanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan”. Sudahkah anda memenuhi hal tersebut sebelum menggadang-gadangkan diri untuk mencalon sebagai pemimpin didaerah ini ??

Malah ironinya seantero ini, “Bak sakawan itiak pulang patang” ambisi oknum perantau menyalahgunakan bentuk organisasi perantau sebagai motor untuk menunjang kredibilitasnya dikampung halaman sebagai ajang promosi untuk menduduki kursi Pariaman-1.

Mewakili suara kekecewaan masyarakat badarai Piaman atas ambisi oknum perantau yang harusnya prihatin dengan keadaan carut-marut kampung halamannya, harusnya para perantau bisa menjadi mentor, memandu masyarakat untuk mendapatkan sosok figure pemimpin yang sesuai dengan ABS-BSK, bukan ikut serta mencalonkan diri dengan menggadang-gadangkan pribadinya (padahal tidak loyal) serta tidak diketahui track record-nya dalam ranah politik di kampung halamannya, dibuktikan sejauh ini masih samara-samar terlihat kontribusi perantau yang dibilang sangat minim untuk membangun kampong halamannya. “Satitiak jadikan lauik, sakapa jadikan gunuang.

Bukti lainnya, kasus yang menimpa Walikota saat ini masih terkatung-katung, serta Wakil Walikota yang diduga terlibat kasus pemalsuan akta jual-beli tanah di Solok, masih simpang siur proses hukumnya. Sedangkan dunsanak piaman sangat merindukan Icon urang rantau yang peduli dengan kampungnya, setidaknya mencari solusi “Dima tumbuah, sinan disiang” dari suatu masalah langsung ke akarnya dengan mencari penyebab masalah tersebut menjadi pengenengah untuk dunsanak di kampung.


Jangan karena “Dek nilo satitiak, rusak susu sabalango” yang hanya mengedepankan ambisi. Harusnya “Indak kayu janjang di kapiang, Jo sakapiang papan kito ka tapi” dan mendidik anak dan kemenakan menjadi orang “Ketek paguno gadang tapakai”.

Bukan memamerkan prilaku “rancak di labuah” yang elok parasnya namun belum tau keadaan pribadinya, seperti “manabeh aua duri sarumpun. Takuruang nak dilua, taimpik nak diateh. Tong-kosong kok ditokok babunyi kareh”,dan jangan sampai urang rantau dicap dunsanak kampuang seperti “bak kancah laweh arang”orang yang besar bicara.


HTML Hit Counter




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melirik Proyek Bangkai SPAM Pendamping IKK Hongaria PT. Citra Karya Indo Raya di Pessel dan Pariaman

PROYEK ABAL-ABAL WINRIP PP-STATIKA CONSORTIUM, TAK SESUAI

“Proyek Siluman” PT Nasiotama Karya Bersama Dinilai Hanya Habiskan Uang Negara