Bait Sebatang Pohon Tua
Telah semakin rapuh hidupku.
Bergelut bersama panas dingin melulu.
Pada cuaca yang semakin tak tentu.
Kadang lembab kadang berdebu.
Dan kini harap layu.
Sekeliling nyaris tak kutemui tumbuh.
Generasi penerus yang akan menggantikan ini tubuh.
Kecuali sedikit jumlah tiada tentu.
Dan saling jauh.
-
Generasi yang aku tahu.
Tak mampu jua berikan teduh.
Meranggas tunas usang terhidu.
Pada lahan yang kini sudah tak lagi pada mutu.
Dan air lalu tiada terserap utuh.
Tersesat pada lapis-lapis tebing kaca pasir jua batu.
Yang nyata berdiri angkuh.
-
“tolong, jangan tebang aku.”
Ratap saudaraku lalu.
Hanya menjadi bisikan bisu di angin lalu.
Pada tangan-tangan angkuh.
Tiada ragu babat sudah satu persatu.
Hingga penjuru.
Hingga sudut yang tiada pernah aku tahu.
Tak terbilang sungguh.
-
Manusia, masihkah tidak kau pedulikan itu.
Dan tetap turutkan segala mau.
Segala hendak yang lekat bersama nafsu.
Saat bumi yang kau tunggu.
Benar-benar kehilangan rasa teduh.?
Jawab itu jawab kataku.
Pun hanya dengan bisik hatimu.
Jika memang kau masih punya segumpal darah itu.
Dan kalau kau dengar suaraku.
Tentu.
-
======================================================================================
Komentar
Posting Komentar